Bubur Pedas Batu Bara, Panganan Khas Melayu

BATU BARA | jelajahsumut.com, Bubur pedas adalah makanan tradisi masyarakat melayu Kabupaten Batu Bara. Bubur pedas banyak dijumpai saat bulan suci Ramadhan sebagai menu berbuka puasa. Selain bulan suci Ramadhan, bubur pedas juga biasanya disajikan pada acara atau pesta masyarakat melayu di Kabupaten Batu Bara.

Namun, tak sedikit orang mungkin belum mengetahui asal mula bubur pedas. Mengutip dari kumpulan cerita rakyat Batu Bara yang diterbitkan oleh Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Batu Bara, berikut kisah bubur pedas Batu Bara yang ditulis oleh Marianum.

Sudah dua minggu ini Gadi sibuk memasak bubur, sejak ia mendengar sayembara bubur dari Raja Lima Laras. Gadi terus memeras santan dan memasaknya ditungku api dengan segala macam kacang. Bubur itu berbeda dari biasanya, Paduka menginginkan bubur yang lemak, gurih dan tidak terasa manis.

Usai memasak, Gadi membawa semangkuk bubur ke Mak Ijah dan menyendokinya langsung ke mulut Mak Ijah. Mata Mak Ijah langsung terbelalak dan tanganya meraba gelas minumnya dimeja serta merta meneguk airnya. Gadi kecewa, sebab bubur itu pasti terasa aneh dilidah emaknya.

Malam semakin sayup, Gadi tak bisa tidur, pikirannya masih tertuju kepada bubur. Ia telah memasak bubur kacang ijo, bubur jagung, bubur ketan, namun semua bubur yang dimasak tetap tak enak kalau tak manis.

Mata Gadi menatap dinding rumah sembari membayangkan jika bisa memenangkan sayembara ini, berarti ia akan mendapatkan rumah dari raja. Keesokannya, di kedai-kedai ramai penduduk kampung membicarakan perihal sayembara bubur.

‘Gadi, kau tak cubo sayembara itu?’, tanya orang.

‘Tak tau awak Mak Cik, cemano buat bubo tu?, Gadi menjawab sekenanya saja.

Sekalipun banyak yang menginginkan ikut sayembara, namun tak sedikit penduduk yang menganggap ini hanya lelucon kerajaan. Bagaimana mungkin, bubur di Batu Bara ini jadi tak manis. Telah turun temurun bubur itu harus lemak, manis dan kental. Kalau tak pandai membuat bubur seperti itu, tak akan disantap habis.

Sayembara bubur sudah semakin dekat, waktunya hanya tinggal seminggu lagi. Ini bertepatan dengan ulang tahun Putra Mahkota Lima Laras. Penduduk kampung semakin panas, terlebih penduduk Lima Laras yang tinggal dekat istana raja. Mereka berlomba-lomba memasak bubur-bubur lemak, gurih dan tidak terasa manis. Namun tidak ada satupun terdengar sudah ada yang bisa membuat bubur seperti kehendak raja.

Gadi tidak tahu lagi cara membuat bubur yang enak itu. Disamping itu ada rasa takut kalau Encik Zarah datang lagi ke rumahnya untuk menagih utang.

Keesokannya, Mak Ijah mengajak Gadi pergi ke pekan untuk berbelanja buah-buahan, sayur, udang, cumi, kepiting dan ikan. Setelah pulang ke rumah, Gadi meletakkan barang-barang belanjaannya di dapur. Gadi kembali semangat memasak bubur, dengan cepat dikukurnya kelapa dan diperasnya jadi santan. Gadi nampak ingin mengerjakan semuanya dengan cepat.

Lagu asyik memasak, tiba-tiba Encik Zahra datang. “Hei, mano utang kalian ?”, Mak Ijah dan Gadi terkejut.

“Maaf Encik Zarah, semalam saya sudah datang ke rumah encik mau memboyo, tapi encik tak ado”.

“Jangan banyak cakap, ambil duitnyo”.

Saat mengambil duit, Gadi terperangah, nampak Encik Zarah mengamuk dapurnya kembali pecah. Tak kuasa Gadi melihat masakannya menyatu semua. Encik Zarah geram dan menuangkan semua masakannya ke periuk bubur. Begitu kejamnya Encik Zarah. Tak ada lagi tersisa. Encik Zarah mencampur semua bahan masakan gulai dan buburnya.

Gali terdiam, tak ada lagi yang bisa dilakukan kecuali menggulai semua bahan yang sudah tercampur, udang, cumi, kepiting, jagung, kacang, ubi untuk buburnya tercampur sudah dengan bumbu anyang toge. Gadi tak ingin lagi ikut sayembara itu.

Lalu Mak Ijah membujuk Gadi untuk makan, dengan mata sembab Gadi berdoa dan menyendok gulai yang tak biasa itu ke mulutnya. Matanya terbelalak, kembali disendoknya isi gulai ke mulutnya.

“Mak, cobalah rasa gulai ini,” Mak Ijah keheranan dan ingin merasakan gulai yabg bercampur itu. “Sodapnyo !”, Mak turut terperanjat dengan apa yang dimakannya. “Gulai bubo ni,” Mak memakan dengan senang.

“Mak, jadi kito ikut lumbo nanti”, mata Gadi berbinar, ia menemukan apa yang selama ini ia cari. “Bubo untuk sayembara”.

Waktu sayembara yang dinanti telah tiba. Kerajaan nampak dipenuhi orang-orang yang sibuk memasak hari itu. Sekalipun raja menghendaki bubur tidak manis, namun aroma dari semua bubur tercium adalah bubur biasa. Raja bercengkrama dengan juru masak dan seolah-olah dia merasakan semuanya serba manis.

Panglima mempersilahkan mencicipi bubur yang sudah disajikan. Panglima menyilakan raja dan keluarga menyantap bubur yang tersedia.

“Panglima, panggil pemasak bubur ini,” perintah raja. Kemudian Mak Ijah dan Gadi menghadap. “Apa nama bubur ini,” tanya raja. 

Gadi dan Mak Ijah yang tidak menyiapkan nama tampak bingung. “Maaf paduka, kami belum menyiapkan namanya,” Gadi menjawab.

“Kami menyukai bubur ini, kami akan menjadikannya bubur kerajaan. Karena pedas, saya beri nama bubur pedas,” ujar raja.

Sebagai hadiahnya, raja memberikan kunci rumah dan tepuk tangan terdengar di rumah Datuk Lima Laras, (Dilansir Situs Thara.id), (Red).