Sejarah Istana Niat Lima Laras di Batu Bara, Berawal dari Nazar Datuk Matyoeda


BATU BARA | jelajahsumut.com, Sumatera Utara merupakan salah satu kepulauan yang terkenal dengan kerajaan-kerajaan Melayu. Saat ini, jejak peninggalan-peninggalan mereka masih terus dilestarikan sebagai warisan dari cagar budaya, salah satunya adalah peninggalan berupa bangunan.

Sementara di Kabupaten Batu Bara, terdapat satu bangunan bersejarah dari awal abad 20 bernama Istana Niat Lima Laras. Melansir dari cagarbudaya.sumutprov.go.id, bangunan ini dulunya menjadi tempat tinggal penguasa sekaligus pusat kekuasaan politik, sosial, dan ekonomi yang dibangun oleh Datuk Muhammad Yuda atau Datuk Matyoeda Sri Diraja.

Istana yang dibangun pada tahun 1907 itu terletak di kawasan permukiman nelayan dan uniknya, pembangunan ini berawal dari nazar atau niat Datuk Muhammad Yuda yang merupakan putra tertua dari seorang raja Datuk Haji Djafar.

Penasaran dengan sejarah Istana Niat Lima Laras? Simak rangkuman sejarah singkatnya yang dihimpun dari beberapa sumber berikut ini.

Datuk Matyoeda atau yang dikenal dengan Datuk Muhammad Yuda bertahta pada tahun 1883 hingga 1919. Pada masa kepemimpinannya, ia terus berselisih dengan Pemerintahan Hindia Belanda terkait perdagangan.

Melansir dari jurnal "Sejarah Perkembangan Seni Pada Bangunan Istana Lima Laras Abad ke-19" karya Rahmadsyah Tanjung, bahwa Datuk Matyoeda menentang larangan berdagang yang diterapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Hal itu disinyalir menjadi lahirnya imbas monopoli perdagangan hasil bumi.

Datuk Matyoeda ternyata sering berdagang hasil bumi seperti Kopra, Damar, dan Rotan yang di kirim ke Malaka, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Pada saat itu, ia sering berhadapan dengan Pemerintah akibat kebijakan tersebut.

Dari sinilah, ia bernazar untuk membangun istana jika berhasil selamat dari jeratan kebijakan tersebut. Alhasil, dirinya lolos dan berhasil menjadi kaya raya berkat perdagangannya tersebut.

Istana yang dibangun dari nazar seorang Datuk Matyoeda itu selesai dibangun pada tahun 1912. Perkembangan seni khususnya seni khas Melayu sudah menjadi tradisi sejak lama, tak ayal jika goresan-goresan seni khas Melayu pasti terpampang di setiap sudut sebuah istana atau bangunan mewah pada saat itu.

Melansir dari jurnal "Sejarah Perkembangan Seni Pada Bangunan Istana Lima Laras Abad ke-19" karya Rahmadsyah Tanjung, perkembangan seni Istana Lima Laras terjadi pada masa kepemimpinan Mad Yudha dan Abdul Gani. Ukiran seni itu menjadi sebuah kebanggaan dan identitas masyarakat Batu Bara, pastinya memiliki corak-corak yang identik dengan Islam.

Menurut situs kebudayaan.kemdikbud.go.id, bangunan ini berlantai empat, mempunyai empat anjungan yaitu di arah Timur, Selatan, Barat, dan Utara yang berarsitektur melayu. Secara keseluruhan, Istana Lima Laras memiliki 28 pintu dan 66 pasang jendela, (Red).