Perubahan Pesta Tapai dan Silaturrahmi Islam


(Seri Politik Daerah)
Oleh: Irwansyah Nasution

BATU BARA | jelajahsumut.com, Pesta Tapai menurut tradisi masyarakat di Pesisir Pantai Dahari Selebar maupun Dahari Indah merupakan istilah spiritual menyambut bulan Puasa Ramadhan satu atau dua Minggu yang dilaksanakan hampir setiap tahun.

Tradisi Pesta Tapai ini secara sosiologi ibarat tabuh pertama mengingatkan masyarakat setempat agar bersiap siap secara lahir bathin menyiapkan diri menjauhi sikap dan tingkah laku tercela untuk menghindari dosa jika dahulu awalnya tapai dipertukarkan antara warga untuk menunjukkan rasa suka dan gembira dengan jiran tetangga bertemu lagi di bulan pengampunan nan suci.

Sekarang Pesta Tapai berubah wajah dan berkembang dari maksud tujuan semula karena kegiatan tersebut tidak saja menghadirkan masyarakat setempat namun mengundang perhatian dikalangan masyarakat luar, sehingga berubah ornamen yang ditampilkan ada warung warung musiman orang berjualan disepanjang pinggir jalan menjajakan aneka macam makanan dan minuman terutama lemang dan tapai diperjual belikan bahkan hiburan musik sederhana sekedar menarik perhatian pengunjung yang datang lalu apa yang terjadi ada pergeseran nilai dari awalnya spritual dan silaturahmi antar warga tempatan menjadi wisata tape atau yang dikenal pesta tapai

Fenomena ini sesuai teori perubahan sosial yang memungkinkan, masyarakat melakukan pola baru dari kegiatan Pesta Tapai ini. Pertanyaannya mengapa bisa demikian?. Apa untung dan rugi jika ada pergeseran maksud dari budaya religius Islam mulai di tinggalkan kah?. Apa yang telah dirintis orang terdahulu untuk menjalani silaturrahmi dengan ikon tapai dinilai sangat bagus dan mulia. Sebuah konsep silaturrahmi jelang puasa sekaligus bermaaf-maafan dalam menyambut bulan suci Ramadhan nyata manfaatnya secara sosial dapat meningkatkan keamanan dan ketertiban ditengah masyarakat karena sudah terjalin silaturrahmi.

Tapai itu sebagai filosofis budaya yang dicipta masyarakat pesisir setempat bahwa untuk mencapai kemuliaan di hari Idul Fitri harus dimulai dari proses fermentasi jiwa yang berubah menuju kebaikan sebagaimana halnya pembuatan tapai yang berubah menjadi makanan enak disajikan penyambung silaturahmi.

Sentuhan ajaran Islam pada tradisi tapai masyarakat Pesisir Dahari Selebar ini sebenarnya sebagai pembelajaran buat generasi berikutnya bahwa Pesta Tapai itu adalah istilah baru yang dibuat sebagai tradisi tandingan dari yang lama kegiatan silaturrahmi tapai bukan Pesta Tapai yang terlihat janggal jika ditilik dengan maksud Menyambut Ramadhan dengan istilah Pesta Tapai .

Ikon tapai itu sebagai simbol perubahan jika kita melihat proses pembuatannya, dimulai dari fermentasi bahan baku beras pulut dan gula diragi untuk kemudian simpan berhari hari akhirnya manis menjadi makanan yang dihidangkan sebagai peralatan budaya silaturrahmi di kawasan masyarakat Pesisir Melayu Islami sungguh menjadi budaya yang agung. 

Jika Nabi Muhammad SAW menyebut di satu hadis dalam urusan sosial dan budaya "antum a'laamu bi umurud dunniyakum", engkau lebih mengetahui urusan duniamu, bukan berarti kita harus lepaskan kaedah kepatutan dalam menyambut bulan suci Ramadhan dengan istilah pesta, tapi bagaimana kita menciptakan hal yang paling produktif menciptakan budaya silaturahmi  dengan tapai sebagai ikon nya.

Penulis: Irwansyah Nasution (Pengamat Sosial Politik dan Kebijakan Publik LKPI).